Gunakan Sistem Microservices Berbasis Cloud
Microservices Berbasis Cloud - Penggunaan teknologi dalam suatu bisnis tidak terlepas dari peran CTO. Namun, hingga kini masih banyak orang yang salah kaprah bahwa CTO merupakan orang yang bertugas untuk meng-coding seluruh aplikasi yang ada.
Memang benar bahwa CTO membawahi teknologi, tetapi sebagai CTO IDAFF, Ivan mengatakan bahwa sebetulnya fungsi CTO lebih mengarah pada tujuan pengadopsian teknologi, vendor yang bisa diajak bekerja sama, dan lain sebagainya.
“Meski begitu, di IDAFF, saat ini coding berada di bawah CTO karena COO fokus pada marketing,”
Tambah Ivan.
Apabila ada satu hal yang paling menonjol dari IDAFF, maka itu adalah teknologi yang diterapkan secara microservices dan cloud-based.
IDAFF bukanlah sistem yang besar, melainkan kumpulan dari aplikasi-aplikasi kecil yang saling terhubung dan bekerja sama.
Misalnya, admin area memiliki aplikasi sendiri, begitu juga dengan aplikasi untuk fitur payment dan tracking.
Hingga saat ini, IDAFF memiliki sekitar 30 aplikasi kecil. Karena menggunakan sistem microservices dan cloud-based, IDAFF pun relatif susah untuk mengalami downtime.
Apabila satu fitur membutuhkan resource lebih, maka fitur itu saja yang akan berkembang. Begitu juga sebaliknya jika terjadi down.
“Jika member area yang diserang, maka yang akan melambat hanya member area saja, maka service yang lain tidak terpengaruh,”
Jelas Ivan.
Dulu, IDAFF pernah mendapatkan 1-2 juta hits dalam sejam. Server pun harus dikembangkan hingga delapan belas hanya untuk tracking satu aplikasi.
Hebatnya, situs IDAFF sama sekali tidak mengalami perlambatan, apalagi down.
Hal tersebut juga tidak terlepas dari penggunaan teknologi Kubernetes dari Google Infrastructure. IDAFF memilih menggunakan produk Google karena mereka memiliki pengalaman yang sangat mumpuni dalam membangun data center.
Teknologi Kubernetes
Teknologi Kubernetes mampu mengubah teknologi menjadi open source sehingga bisa digunakan oleh IDAFF. Itulah mengapa ketiga puluh aplikasi yang dimiliki IDAFF dapat terkait dan saling menguatkan.
Untuk satu aplikasi kecil, umumnya IDAFF membutuhkan proses pengembangan selama 4-5 hari. Penerapan aplikasi tunggal untuk satu fitur tersebut memungkinkan IDAFF untuk langsung menggunakan aplikasi baru apabila ada aplikasi lama yang sudah tidak diperlukan.
IDAFF pun bisa langsung membuang aplikasi lama tersebut.
“Misalnya, saya butuh aplikasi A untuk melakukan aksi X. Ini dokumentasi API-nya, silakan baca, buat aplikasinya, pasang, lalu connect ke bagian yang diperlukan. Jadi, IDAFF ini bukan aplikasi “gendut” yang harus dibongkar setengah mati,”
Jelas Ivan.
Saat ini, satu orang bertanggung jawab atas satu aplikasi di IDAFF, tapi satu aplikasi bisa dikerjakan oleh banyak programmer.
Sementara itu, CTO bertugas untuk membuat plan arsitektur teknologi hingga server.
Misalnya, IDAFF hendak membuat fitur baru. Apabila COO menentukan bagian mana yang harus diprioritaskan karena berhubungan dengan marketing, maka CTO akan mempertimbangkan teknologi apa yang harus dipakai.
CTO lah Yang Membuat Perencanannya
Ivan juga berkata bahwa meski bertanggung jawab atas aspek teknologi di IDAFF, bukan berarti ia lepas tangan begitu saja dari bagian lain.
Bagaimana pun juga, teknologi tetap akan bersinggungan dengan tim marketing karena mereka lah yang membawahi sales dan customer support.
Mereka yang bisa menjual fitur ke para target user. Dengan mendengarkan tim marketing, CTO, CEO, dan COO bisa mengambil berbagai keputusan terkait masa depan perusahaan.